JAKARTA – Penetapan tersangka dugaan korupsi terhadap eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong oleh Kejagung diduga bau amis sehingga mendapat sorotan tajam dari DPR RI.
Dalam Rapat Dengar DPR RI dengan Kejagung di Komplek Parlemen, Jakarta, pada Rabu 13 November 2024, seluruh fraksi di Komisi III DPR mengkritisi Kejagung dalam memproses kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong itu.
Muhammad Rahul dari Fraksi Gerindra menilai Kejagung dalam memproses kasus Tom Lembong seperti tidak profesional. Kejagung seharusnya profesional dalam menangani perkara. Kejagung terkesan terburu-buru menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka.
“Pak Jaksa Agung, harus dijelaskan dengan detail konstruksi hukum kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Pak Jaksa Agung jangan sampai kasus ini menggiring opini yang negatif kepada publik dan beranggapan pemerintahan Pak Prabowo Subianto menggunakan hukum sebagai alat politik,” kata Rahul seperti dikutip dari tayangan Youtube, Kamis 14 November 2024.
Hinca Pandjaitan dari Fraksi Partai Demokrat juga menyatakan hal yang sama. Ia mengaku banyak menyerap aspirasi dari masyarakat bahwa kasus Tom Lembong sarat dengan nuansa politik. Dia meminta Kejagung untuk profesional dalam mengusut kasus tersebut.
Baca Juga: Kader PKS Bentuk Relawan Rofaji Dukung Robinsar-Fajar
“Kami merasakan, mendengarkan percakapan di publik penanganan, penangkapan kasus Tom Lembong itu sarat dengan dugaan balas dendam politik. Itu yang kami dengarkan, itu yang kami rekam. Karena itu kami sampaikan harus dijelaskan ini kepada publik lewat Komisi III ini supaya betul-betul kita dapatkan sekarang,” kata Hinca.
Sari Yuliati dari Fraksi Partai Golkar juga angkat bicara. Ia memberikan penjelasan panjang lebar terkait proses penerbitan izin impor gula yang diterbitkan pada 2015 dan 2016 itu.
“Tadi disebutkan Pak Hinca, kasus ini menimbulkan spekulasi masyarakat, kasus ini sarat dengan kepentingan politik,” ujar Sari Yuliati.
Menurutnya, izin tersebut dikeluarkan berdasarkan peraturan yang berlaku pada waktu itu. Ia menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran hukum yang dapat dibuktikan dalam penerbitan izin impor gula oleh Tom Lembong.
“Jika dilihat dari waktu penerbitan izin oleh Tom Lembong yaitu 2015 dan 2016, maka tentu ada dua peraturan yang berlaku. Pertama untuk izin impor gula diterbitkan pada 2015, yang berlaku adalah Kepmen Perindag nomor 527/2004 Pasal 2 ayat 2,” kata Sari Yuliati.
Dia menambahkan, dalam Kepmen itu diatur bahwa gula kristal mentah dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai importir produsen gula. Pada Pasal 4 ayat 1, untuk izin impor yang menerbitkan adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Baca Juga: Lucu, Bus di Jepang Ada Tulisan Pulang Malu Tak Pulang Rindu
Sari Yuliati juga memberikan gambaran mengenai alasan pemerintah menerbitkan izin impor gula. Sebab pada saat itu harga gula yang tinggi membebani masyarakat, khususnya yang kurang mampu.
Sebagai tindak lanjut dari MoU antara KASAD dan Menteri Perdagangan pada 2013, kata Sari Yuliati, induk koperasi Angkatan Darat (Inkopkar) meminta izin kepada Menteri Perdagangan untuk melaksanakan operasi pasar dengan tujuan menstabilkan harga gula.
“Kemudian disetujui dalam pelaksanaannya Inkopkar dapat bekerjasama dengan produsen dalam negeri atau beberapa perusahaan dalam negeri,” ungkap Sari Yuliati.
Beberapa perusahaan tersebut, lanjutnya, kemudian mengajukan permohonan kepada Menteri Perdagangan agar diberikan izin mengimpor gula kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih.
“Lalu didistribusikan kepada masyarakat di bawah harga pasar. Karena tujuannya memang untuk menstabilkan harga,” imbuhnya.
Dengan alasan tersebut, Sari Yuliati berpendapat bahwa penerbitan izin impor oleh Menteri Perdagangan saat itu sah dan sesuai dengan peraturan yang ada. “Jadi di sini bisa juga kita lihat bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak sekadar mencari untung tapi ada juga rasa nasionalisme mereka untuk membuat stabilitas nasional,” imbuhnya.
Baca Juga: Ivan Sugianto Pria yang Suruh Siswa Menggonggong Ditangkap
“Izin impor yang biasanya diterbitkan Dirjen dalam hal ini diterbitkan oleh Menteri sebagai wujud pelaksanaan Pasal 23 tadi,” sambung dia.
“Di sini menimbulkan pertanyaan buat saya, penerbitan izin impor tersebut melanggar ketentuan atau peraturan yang berlaku atau tidak? Kalau melanggar, di mana letak pelanggarannya? Menurut Pasal 23 membolehkan pak Menteri melakukan hal itu,” pungkasnya.
Jaksa Agung, ST Burhanuddin berkilah dan berusaha menepis anggapan bahwa kasus impor gula dengan tersangka eks Mendag, Tom Lembong sarat dengan kepentingan politik. Jaksa Agung menegaskan kasus Tom Lembong diproses secara hukum.
“Untuk kasus Tom Lembong, sama sekali kami tidak pernah ada maksud soal politik. Kami hanya yuridis dan itu yang kami punya. Soal nanti yang menjadi hal-hal bergulir di media, nanti akan saya minta Jampidsus menyampaikannya,” kata ST Burhanuddin.
Baca Juga: Debat Kedua Helldy dan Isro Saling Lempar Tanggung Jawab
Jaksa Agung menjelaskan tahapan dalam kasus impor gula dengan tersangka Tom Lembong memenuhi proses dan tahapan. Kejagung, kata ST Burhanuddin, menerapkan kehati-hatian dalam perkara impor gula.
Seperti diketahui, Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dugaan korupsi impor gula dan langsung menahannya pada 29 Oktober 2024. Kejagung menjerat Tom Lembong dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.(*)